WARNANTT -- JAKARTA, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah membangun alat deteksi tsunami berbasis kabel optik bawah laut (Indonesian cable-based tsunameter/InaCBT) di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
"Kami gunakan teknologi InaCBT di Manggarai Barat, sehingga sensor diletakkan di dasar laut menggunakan kabel, lalu informasinya disampaikan ke darat di landing station," kata Pelaksana tugas Kepala Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana BRIN Mulyo Harris Pradono kepada ANTARA di Labuan Bajo, Jumat 3 Desember 2021.
Mulyo menjelaskan lokasi pembangunan teknologi InaCBT pada tahun 2021 berada di Dusun Rangko, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Manggarai Barat. Landing station tersebut tengah berada dalam proses pembangunan dan merupakan fasilitas di daratan yang terdiri dari Beach Manhole (BMH), menara (tower), dan rumah listrik (power house).
Pada sistem InaCBT, kata Mulyo, terdapat dua sensor yang dipasang pada kedalaman 4.000 meter di bawah laut. Dua sensor itu akan mendeteksi tekanan air laut karena tsunami, bukan akibat gelombang, karena sensor tersebut bisa membedakan tekanan air laut terjadi karena tsunami atau gelombang.
Dengan mekanisme itu, ketika terjadi gempa dan petugas mendapatkan konfirmasi gempa menimbulkan tsunami, maka informasi tersebut akan diteruskan ke BMKG, BPBD, dan masyarakat.
Dalam kesempatan sosialiasi teknologi InaCBT untuk masyarakat pesisir Manggarai Barat di Aula Kantor Bupati Manggarai Barat, NTT, Mulyo berharap tidak terjadi kerusakan dengan kabel tersebut, mengingat kabel tersebut berada di bawah laut dan sering terjadi kendala seperti kabel putus pada beberapa jaringan kabel bawah laut.
Dia mengajak masyarakat untuk mengetahui keberadaan kabel di bawah laut mulai dari Dusun Rangko ke tengah laut. Dia pun meminta masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam beraktivitas dan mengurangi risiko kerusakan kabel.
BRIN sendiri menargetkan pagelaran kabel sepanjang 52 km tersebut akan dimulai pada pertengahan hingga akhir Desember 2021 mendatang, sehingga awal tahun 2022 nanti alat tersebut bisa berfungsi.
Peneliti Utama BRIN Heru Sri Naryanto menjelaskan CBT terdiri dari sensor bawah laut yang mengukur getaran gempa dan tekanan air (dalam Ocean Bottom Unit/OBU). Data getaran dan tekanan akan diteruskan melalui kabel bawah laut sampai ke daratan. Selanjutnya fasilitas di daratan secara real time akan mengirim data melalui radio atau jaringan FO telekomunikasi darat ke pusat data (Read Down Station/RDS).
Pengembangan teknologi InaCBT tersebut merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 93 tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.
Penguatan dan pengembangan sistem informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dilakukan dengan cara pembangunan dan pengoperasian peralatan untuk observasi gempa bumi dan/atau tsunami, pemeliharaan peralatan untuk observasi gempa bumi dan/atau tsunami, serta penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan inovasi untuk kemandirian teknologi.
Pada kesempatan sosialisasi tersebut, para peserta juga mendapatkan informasi mengenai pengetahuan tsunami dari Perekayasa Madya BRIN Yus Budiyono.
Selain berada di Kabupaten Manggarai Barat, BRIN juga membangun InaCBT di Kabupaten Ende. Di sana, sensor diletakkan dekat dengan Gunung Rokatenda, Ende sehingga teknologi tersebut bisa mengamati potensi letusan gunung api yang dapat menimbulkan tsunami.
Jika terjadi longsoran akibat letusan gunung api, petugas bisa mendeteksi lebih dini kenaikan muka air laut.***
(berbagai sumber/tim.warnantt/qf)