WARNANTT -- TECHNO, Berbagai ketetapan terkait pembatasan aktivitas masyarakat selama pandemi Covid-19 membuat pola hidup masyarakat turut berubah. Salah satunya adalah cara berkomunikasi yang bergantung pada media digital.
Tidak hanya berdampak pada cara komunikasi perseorangan, digitalisasi komunikasi juga berpengaruh pada ranah usaha, termasuk dalam sektor ekonomi kreatif.
Agar pemasaran produk tetap berjalan lancar, para pelaku ekonomi kreatif (Ekraf) perlu beradaptasi dan mengikuti perubahan tersebut. Salah satunya dengan mempromosikan produk ke ruang digital.
Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas masyarakat dalam menggunakan media digital. Berdasarkan data YouGov yang dikutip Facebook for Business, penggunaan media sosial naik hingga 38 persen selama pandemi Covid-19.
Angka tersebut ditangkap sebagai peluang bisnis bagi pelaku ekraf di Indonesia untuk melakukan digitalisasi. Terlebih, pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar bagi sektor ekraf secara global.
Sementara dari data yang sama, dibandingkan tahun sebelum pandemi, pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari sektor ekonomi kreatif menjadi minus 2,39 persen. Adanya penurunan angka ini tentu memberikan dampak besar bagi ekonomi nasional.
Deputi Bidang Digital dan Produk Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Neil Himam berharap, pelaku ekonomi kreatif dapat segera memasuki ekosistem digital atau go online.
Pemerintah juga menargetkan 30 juta industri kreatif dapat masuk ke ekosistem digital pada 2024.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari sektor ekonomi kreatif menjadi -2,39 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelum terjadi pandemi. Adanya penurunan angka ini memberikan dampak besar bagi ekonomi nasional.
“Penguatan pada produk ekraf harus didukung dengan ekosistem yang baik. Ekosistem ini memiliki beberapa komponen dasar,” kata Neil dalam keterangan yang diterima, Senin (13/12/2021).
Pertama, sumber daya manusia (SDM) dan talenta yang kompeten akan menjadi penggerak maju bagi sektor ekraf.
Kedua, ketersediaan sumber daya yang lainnya, termasuk perangkat, seperti frekuensi radio sebagai alat komunikasi.
Ketiga, sumber daya artifisial atau buatan, seperti numbering, internet protocol (IP) Address, dan domain.
Peran ekosistem digital dalam ekonom kreatif
Neil melanjutkan, peningkatan populasi konsumen digital adalah peluang yang sangat besar bagi industri kreatif Indonesia untuk bangkit. Untuk dapat menyentuh konsumen tersebut, pelaku ekonomi kreatif harus mampu memanfaatkan media digital.
Ketika memasuki ekosistem digital, salah satu modal yang harus dimiliki oleh pelaku ekraf adalah kreativitas. Pelaku ekraf juga harus selalu memperbarui ide untuk dapat menarik perhatian konsumen atau audiens.
Selain itu, adanya digitalisasi dalam ekosistem ekonomi kreatif memberikan banyak manfaat untuk pelaku ekraf.
Pertama, transformasi ke dunia digital akan membuat unit usaha lebih efisien dan stabil. Sebab, transformasi digital menyederhanakan proses operasional jauh lebih efektif.
Kedua, penggunaan ekosistem digital juga bermanfaat untuk membuat perusahaan lebih berkembang. Hal ini disebabkan oleh penggunaan teknologi digital menciptakan lingkungan kerja yang lebih modern.
Terakhir, ekosistem digital memiliki potensi besar untuk meningkatkan omzet. Alasannya, digitalisasi mendobrak batas-batas antara produsen dan konsumen.
Dengan begitu, memungkinkan para pelaku ekraf melakukan perluasan jaringan bisnis. Tidak hanya dengan konsumen, ekosistem digital juga membuka peluang dengan perusahaan lain yang dapat membantu operasional.
“Kami juga membutuhkan infrastruktur, seperti data center. Lalu, kami juga akan banyak menggunakan teknologi IP dan Big Data. Selanjutnya, produk yang mencakup layanan, hardware, aplikasi, hingga konten,” papar Neil.
Selanjutnya, permodalan untuk mengembangkan ekraf di platform digital dengan adanya crowdfunding, venture capital, dan angel investment.
“Kemudian, pasar yang mencakup dalam negeri dan luar negeri. Semua aspek ini harus dibarengi dengan pembuatan atau penyesuaian dan perjanjian, serta regulasi yang tepat agar bisa mendukung ekosistem digital ekonomi kreatif yang ingin dikembangkan,” jelas Neil.
Optimalisasi ekosistem digital di Indonesia
Dalam menyiapkan ekosistem digital di sektor ekraf Indonesia, pemerintah juga turut membantu mengupayakan langkah strategis pemanfaatan ekosistem digital.
Neil kembali menjelaskan, ada enam langkah yang sedang diupayakan pemerintah dalam adaptasi ke ekosistem digital.
Pertama, memperbaiki kualitas layanan digital untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat beradaptasi dengan kebutuhan lapangan kerja di masa depan.
Ketiga, mengintegrasikan riset, desain, dan pengembangan dengan modernisasi industri sektor produktif lainnya.
Keempat, mendorong pengembangan teknologi finansial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan memaksimalkan dukungan konektivitas internet dan penetrasi telepon genggam.
Kelima, memperkuat ekosistem inovasi dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku bisnis, institusi pendidikan, dan komunitas.
Keenam, pemerintah berupaya untuk mendorong kolaborasi perusahaan rintisan, mencakup pengembangan ekosistem, akselerasi, inkubasi, hingga model bisnis, dan aspek berkelanjutan dari bisnis start up.
“Sementara dari sisi pelaku ekonomi kreatif, ada banyak upaya yang juga harus dilakukan selain beradaptasi dengan digitalisasi. Misalnya, melakukan manajemen e-commerce dan mendaftarkan produk dalam Hak Kekayaan Intelektual (Haki),” tambah Neil.
Ia juga menjelaskan, perlu adanya kolaborasi antara pelaku ekraf, pemerintah, dan pengembang teknologi digital.
Dengan ketiga kolaborasi tersebut diharapkan mampu mewujudkan target ekosistem digital di Indonesia. Dengan demikian, dapat menjadi momentum kebangkitan ekonomi nasional, khususnya di sektor ekraf.
“Dengan adanya ekonomi digital, saya rasa semua jadi tidak terbatas ruang, waktu, dan jarak. Manfaat itu tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh produsennya,” kata Neil.
Pasalnya, ekosistem digital memudahkan pemasaran produk. Khususnya beberapa sektor ekraf yang mencakup kriya, fesyen, dan kuliner yang sangat perlu untuk memanfaatkan kehadiran ekonomi digital.
“Selain ketiga kategori tersebut, semua subsektor ekraf bisa masuk ke dalam ekosistem digital. Tentunya dengan berbagai inovasi dan kolaborasi dengan semua pihak. Misalnya, bidang kuliner, bagaimana mereka harus bisa mencari cara terbaik untuk mengemas produknya,” tutur Neil.***
(berbagai sumber/tim.warnantt/qf)