WARNANTT - JAKARTA, Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut aturan mengenai investasi industri minuman keras atau miras dalam lampiran Perpres Nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal mendapat apresiasi dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU.
Menurut Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad, polemik soal perpres miras ini menjadi pembelajaran baik ke depan dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Dilansir dari jpnn.com, "Ini menjadi pembelajaran yang baik bahwa setiap perumusan kebijakan publik, terutama hal-hal sensitif yang potensial kontroversial, membutuhkan mendengar suara publik. Hal ini perlu dalam penyusunan, bukan ketika regulasi sudah disahkan," kata Rumadi Ahmad dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (2/3).
Dengan dicabut aturan soal miras tersebut, Rumadi menilai Presiden Jokowi benar-benar mendengarkan suara publik dan ingin menghentikan pro dan kontra yang terjadi di masyarakat.
Bahkan, kata Rumadi, masukan dan saran dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj turut didengar oleh Presiden Ketujuh RI tersebut.
Rumadi menyampaikan persoalan minuman beralkohol memang cukup krusial. Dalam hal ini, publik tidak bisa menutup mata bahwa komoditas itu sudah menjadi industri yang mendatangkan devisa negara.
"Angka impor dan ekspor minol selama ini sudah terjadi dengan devisa triliunan rupiah. Namun, di sisi lain, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius," kata Rumadi.
Apresiasi juga disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas.
Keputusan Presiden Jokowi itu merupakan satu hal yang menggembirakan dan patut dipuji karena tindakannya mencerminkan sikap arif dan bijaksana.
Pemerintah yang selama ini terkesan sering memaksakan pandangan dan sikapnya serta tidak mau mendengar suara rakyat, kata Anwar Abbas, sekarang telah terbantahkan dengan keputusan pencabutan itu.
Anwar pun berharap sikap Presiden Jokowi tidak hanya terjadi dan berhenti dalam kasus ini, tetapi ke depan akan lebih banyak melakukan hal-hal serupa. (***)