Melirik Cuti Melahirkan 6 Bulan: Didukung Buruh, Ditolak Pengusaha

Ilustrasi Ibu baru melahirkan memiliki rasa khawatir

WARNANTT -- Wacana kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dinilai membuat polemik di dunia kerja. Di satu sisi, pengusaha bakal lebih memilih pekerja kontrak.

Di sisi lain, serikat buruh atau pekerja bersama serikat petani dan Partai Buruh menyatakan dukungan terhadap RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Berikut fakta-faktanya:

Pengusaha Bisa Beralih ke Pekerja Kontrak

Ketua DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah perlu melakukan kajian, dan evaluasi yang mendalam serta komprehensif sebelum menetapkan UU tersebut. Jika tidak, pengusaha dapat memilih jalan pintas yakni hanya mempekerjakan pekerja kontrak.

"Ini menyangkut produktivitas tenaga kerja dan tingkat kemampuan dari masing masing pengusaha. Psikologi pengusaha harus dijaga karena merekalah yang akan menjalankan kebijakan ini, sehingga memiliki kesiapan dan kemampuan jika RUU ini disahkan," kata Sarman, Rabu (29/6), dikutip dari laman kumparan.

Dia menjelaskan, wacana cuti hamil selama 6 bulan dan cuti suami 40 hari harus mempertimbangkan dari berbagai aspek. Mulai dari tingkat produktivitas, kemampuan pelaku usaha, sampai pada dampak terhadap pelaku UMKM.

Di samping itu, masih perlu suatu kajian yang mendalam soal apakah harus 6 bulan atau cukup 4 bulan. Kemudian, apakah cuti suami 40 hari juga menjadi keharusan.

Serikat Pekerja Dukung RUU KIA

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan buruh lintas serikat mendukung penuh inisiatif yang ada di RUU KIA tersebut.

"Cuti melahirkan selama 6 bulan adalah hal yang biasa bagi perempuan. Ini juga tercantum dalam Konvensi ILO Nomor 183 tentang Perlindungan Maternitas," ujar Said Iqbal dalam keterangan resmi, Jumat (1/7).

Presiden KSPI, Said Iqbal.
Presiden KSPI Said Iqbal saat demo buruh di depan Gedung DPR-MPR RI, Senin (20/1). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.

Iqbal mencontohkan, kebijakan tersebut bahkan lebih panjang lagi diterapkan di Finlandia. Cuti bagi perempuan melahirkan adalah selama 46 minggu, sementara untuk pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan adalah 54 hari. Selama kurun waktu tersebut, gaji tetap dibayarkan secara penuh.

"Dari penelitian ILO, cuti melahirkan yang lebih lama ini berhasil menurunkan kematian ibu dan anak. Finlandia sebagai contoh bahkan menduduki posisi ketiga negara dengan tingkat kematian ibu dan anak terendah di dunia," ujar Said Iqbal.

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Sosial Partai Buruh, Mundiah berharap, rencana tersebut tak cuma berhenti di atas kertas. Atas dasar itu, dia meminta agar diterapkan juga sanksi tegas nantinya bagi perusahaan yang melanggar.


(berbagai sumber/tim.warnantt/qf)

Baca Juga
أحدث أقدم

Editor's Choice

Jangan Lewatkan
Selalu Update Info Terkini
Follow This Blog
Ikuti Updetan Kami di GoogleNews

Simak breaking news dan berita pilihan dari WARNANTT di link "waranntt.blogspot.com". Klik https://warnantt.blogspot.com/ "Bae Sonde Bae, Tanah Timor Lebe Bae" !!!


Halaman Utama