WARNANTT -- LABUAN BAJO, Pemerintah Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur menegaskan komitmen semua pemangku kepentingan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi di daerah itu.
"Ingat komitmen semua pihak. Dinas terkait harus sama-sama berpikir untuk menyelesaikan soal ini, ada komitmen untuk perlahan menekan angka kematian ibu dan bayi," kata Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut dalam keterangannya di Labuan Bajo, Jumat, (10/12).
Dia mengatakan persoalan pertama dalam menekan angka kematian ibu dan bayi adalah sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu perlunya penguatan kapasitas SDM di bidang pelayanan kesehatan.
Ia juga menekankan kedisiplinan dan pelayanan yang baik kepada masyarakat oleh semua petugas kesehatan.
Dia meminta petugas kesehatan tidak menggunakan pola pelayanan yang tidak cocok dengan kondisi sosio-budaya Manggarai.
Dia tidak ingin mendengar lagi informasi petugas kesehatan yang meninggalkan fasilitas kesehatan saat jam kerja dengan alasan yang tidak jelas.
Saat menghadiri kegiatan Diseminasi Hasil Kajian Audit Maternal Perintal Surveilans dan Respon (AMP-SR) Tingkat Kabupaten Manggarai di Aula Ranaka Kantor Bupati Manggarai, Kamis (9/12), ia mengatakan pemkab akan melakukan pembenahan secara bertahap guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Dia menyebut persoalan SDM, sarana prasarana, dan keuangan harus diperhatikan dengan baik untuk menekan angka kematian ibu dan bayi.
AMP-SR merupakan kegiatan penyusunan dan pengkajian penyebab kematian ibu dan perinatal untuk meningkatkan kualitas pelayanan sebagai pembelajaran agar tidak terjadi lagi kasus yang sama pada waktu yang akan datang.
Berdasarkan laporan Ketua Panitia Pelaksana AMP-SR Maria Yasinta Tanggu, jumlah kasus kematian ibu di Kabupaten Manggarai dalam kurun waktu empat tahun terakhir cenderung meningkat.
Kematian ibu pada 2017 terjadi lima kasus, pada 2018 enam kasus, pada 2019 terjadi 12 kasus, pada 2020 lima kasus, dan hingga November 2021 terjadi 12 kasus.
Angka kematian bayi cenderung fluktuatif, pada 2017 terjadi 70 kasus, pada 2018 terjadi 83 kasus, pada 2019 terjadi 76 kasus, pada 2020 terjadi 85 kasus, dan hingga Oktober 2021 terjadi 83 kasus.
Ia menjelaskan kasus kematian ibu dan bayi menjadi salah satu persoalan yang harus diselesaikan karena menyangkut nyawa manusia.***
(berbagai sumber/tim.warnantt/qf)